Istilah Dogfight mendapatkan popularitas selama Perang Dunia
II, meskipun asal-usulnya dapat ditelusuri ke tahun-tahun terakhir
Perang Dunia I. Referensi tertulis pertama dengan penggunaan kata modern
berasal dari tulisan di Fly Papers oleh AE Illingworth, 1919. “The battle develops into a ‘dog-fight’, small groups of machines engaging each other in a fight to the death.”
ilustrasi dogfight
Dalam Perang Dunia I pesawat awalnya digunakan sebagai alat observasi
medan perang darat atau laut. Pesawat militer baru membuktikan nilai
pentingnya saat bisa memergoki serangan rahasia Jerman ke Paris pada
bulan kedua perang. Pertempuran udara pertama diyakini telah terjadi
pada tanggal 28 Agustus 1914 ketika Norman Spratt menerbangkan Sopwith Tabloid bersenjata menjatuhkan sebuah pesawat Albatros CI dual seater Jerman.
Setelah senapan mesin dipasang ke pesawat, era pertempuran udara
dimulai. Masalah terbesar adalah menembakkan senapan mesin melalui
baling-baling. Roland Garros memecahkan masalah ini dengan memasang
deflektor baja ke baling-baling pesawat monoplane Morane Saulnier-nya.
Anthony Fokker, seorang desainer Belanda mendesain ”gigi sinkronisasi”
tahun 1915 yang menghubungkan pemicu dari senapan mesin Maxim MG08
dengan putaran mesin, sehingga Jerman berhasil meraih keunggulan udara.
Hal ini mengubah sejarah pertempuran udara dengan pesawat Fokker E.1
yang berjaya di medan Perang Udara Eropa.
Kedahsyatan arena duel udara meningkat seiring dengan keunggulan
teknologi. Di awal perang belum ada taktik manuver duel udara. Oswald
Boelcke adalah penerbang pertama yang menganalisis taktik perang udara
dan menghasilkan seperangkat aturan yang dikenal sebagai “Dicta Boelcke”
pada tahun 1916. Banyak konsep taktik Boelcke itu yang masih berlaku
pada saat ini. Termasuk penggunaan posisi matahari, posisi ketinggian,
serangan mendadak, dan memutar cepat untuk menghadapi ancaman.
Sejak PD II sejarah duel udara ke udara makin berkembang. Bahkan di era pesawat jet modern juga dapat berkembang menjadi dogfight.
Sebuah pesawat tempur dapat menghindari rudal dengan membelok secara
cepat pada maksimum gaya gravitasi dan menggunakan alat pengecoh radar
dan rudal seperti chaffs dan flares. Jika tembakan rudal jarak sedang pada pertempuran di luar jarak pandang Beyond Visual Range (BVR) bisa dihindari, maka penerbang harus bersiap untuk duel udara jarak dekat dimana pilihannya hanya berputar dan dogfight atau cepat menghindari arena (bug–out).
Keunggulan dalam dogfight sangat bergantung pada pengalaman
dan keterampilan pilot, khususnya kelincahan tempur ketika terbang pada
kecepatan udara minimum. Penerbang biasanya bermanuver pada arena
keunggulan pesawat sendiri dibandingkan kemampuan pesawat lawan. Dogfight
menjadi semacam kontes bertempur di kecepatan terbaik dengan tetap
menjaga energi yang cukup. Pilot berusaha untuk menjaga kecepatan
terbaik, dimana pesawat mampu berbelok dengan belokan maksimum dan pada
radius belokan minimum, yang disebut corner velocity atau “kecepatan sudut”, biasanya antara 300 dan 400 knot tergantung desain pesawat.
Karena itu Dogfight tidak terjadi pada kecepatan supersonik namun pada kecepatan sudut. Pesawat “super maneuverable” F-22 Raptor
masih dapat bermanuver lincah pada kecepatan kurang dari 100 knot
sehingga dapat dengan cepat mengarahkan kanon Vulcan pada sasaran jika
harus melaksanakan dogfight. Sementara pesawat F-15 Eagle harus menggunakan kecepatan sudut yang relatif tinggi untuk dapat cepat mengarahkan senjatanya.
Radar pesawat tempur modern dan rudal seperti AMRAAM sangat
memungkinkan menembak jatuh lawan pada jarak jauh. Perang udara modern
seperti Operasi Desert Storm dan sesudahnya menunjukkan peningkatan
penggunaan rudal BVR. Keandalan rudal BVR, dan radar udara serta
integrasi pesawat komando kendali seperti AWACS, telah menghasilkan
gambar situasi ruang udara sehingga manajemen pertempuran udara
memudahkan penembakan senjata BVR.
Namun sampai saat ini sekolah taktik udara US Navy (Top Gun) dan USAF
(Fighter Weapon School) masih melatih taktik pertempuran udara jarak
dekat. Produsen pesawat Rusia masih sangat menekankan kemampuan super maneuverability dalam desain pesawat tempur seperti Su-37 atau Su-30MKI menggunakan mesin thrust vectoring canggih yang mampu mendorong pesawat pada batas-batas kemampuannya sehingga memberikan keuntungan dalam pertempuran .
Sumber : Angkasa
0 komentar:
Posting Komentar