Sabtu, 01 Juni 2013

RUU 'Wajib Militer' Tuai Kontroversi, Apa Sebabnya ?

Rizkie's BLOG_Rancangan Undang-Undang tentang Komponen Cadangan Pertahanan Negara sedang dibahas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Di dalamnya, RUU ini mewajibkan warga negara Indonesia yang memenuhi syarat mengikuti program Komponen Cadangan.

RUU ini sudah ada di DPR sejak 2002. Awal tahun ini pernah dibahas. Namun saat ini belum menjadi prioritas dalam pembahasan RUU di DPR. Pembahasan RUU Komcad ditunda hingga RUU Keamanan Nasional (Kamnas) selesai.

"RUU Komcad tetap masuk dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional). Dalam pembahasan tingkat satu," ujar Ketua Komisi I bidang Pertahanan, Mahfudz Siddiq.



Pasukan Komponen Cadangan dibentuk untuk memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan Tentara Nasional Indonesia sebagai komponen utama dalam upaya penyelenggaraan pertahanan negara.

Sebagaimana termuat dalam pasal 6 ayat 1, bentuk pasukan Komponen Cadangan ada tiga. Komponen Cadangan Marta Darat, Laut dan Udara. Komponen Cadangan hanya digunakan pada saat latihan dan mobilisasi. Dalam keadaan damai, Komponen Cadangan dibina dan disiapkan sebagai potensi pertahanan.

Lalu, siapa saja warga negara yang wajib menjadi pasukan Komponen Cadangan?

Pasal 8 ayat (1) Pegawai Negeri Sipil, pekerja dan/ atau buruh yang telah memenuhi persyaratan wajib menjadi anggota Komponen Cadangan.

Ayat (2) mantan prajurit TNI yang telah memenuhi persyaratan dan dipanggil, wajib menjadi anggota Komponen Cadangan.

Ayat (3) warga negara selain Pegawai Negeri Sipil, pekerja dan/ atau buruh dan mantan prajurit TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat secara suka rela mendaftarkan diri menjadi Anggota Komponen Cadangan sesuai dengan persyaratan dan kebutuhan.

Untuk menjadi anggota Komponen Cadangan harus memenuhi persyaratwan umum, persyaratan khusus, latihan dasar kemiliteran. Persyaratan umum mencakup warga negara Indonesia yang berusia 18 tahun, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Tolak wajib militer di penjara
RUU Komponen Cadangan juga mengatur soal sanksi bagi masyarakat yang menolak direkrut, dan mereka yang berupaya mencari-cari alasan agar tidak memenuhi syarat menjadi anggota komponen cadangan militer. Tak main-main, sanksinya adalah pidana penjara.

Pasal 38 menyebutkan:
1. Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) yang memenuhi persyaratan, dengan sengaja tidak mematuhi panggilan menjadi Anggota Komponen Cadangan tanpa alasan yang sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

2. Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) yang memenuhi persyaratan, dengan sengaja tidak mematuhi panggilan menjadi Anggota Komponen Cadangan tanpa alasan yang sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan.

3. Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dengan sengaja melakukan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan yang menyebabkan dirinya tidak memenuhi syarat menjadi Anggota Komponen Cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

4. Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dengan sengaja melakukan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan yang menyebabkan dirinya ditangguhkan menjadi Anggota Komponen Cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

Pasal 40 mengatur hukuman bagi orang yang melakukan tipu muslihat untuk tidak ikut komponen cadangan.

1. Setiap orang yang dengan sengaja membuat atau menyuruh membuat orang lain dengan suatu pemberian atau janji, mempengaruhi, menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, tipu muslihat atau rangkaian kebohongan, memberi kesempatan dan memberi keterangan, sengaja menggerakkan orang lain untuk tidak melaksanakan panggilan atau menyebabkan orang lain tidak memenuhi syarat untuk menjadi Anggota Komponen Cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.

2. Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh seseorang yang karena jabatan atau kedudukannya, pidananya ditambah 1/3 (satu per tiga).

Pasal 41 mengatur hukuman bagi anggota komponen cadangan yang membolos dinas.

1. Setiap Anggota Komponen Cadangan yang tidak melaksanakan dinas aktif pada saat latihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 tanpa alasan yang sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

2. Setiap Anggota Komponen Cadangan yang tidak melaksanakan penugasan pada saat mobilisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 tanpa alasan yang sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun.

3. Setiap Anggota Komponen Cadangan yang menolak perpanjangan masa bakti pada saat mobilisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) tanpa alasan yang sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.

Pro-Kontra
Seperti biasa, setiap Rancangan Undang-Undang yang akan dan sedang dibahas DPR, menimbulkan pro dan kontra.

Anggota Komisi IX bidang Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kependudukan dan Kesehatan, Poempida Hidayatullah, Jumat 31 Mei 2013, menyambut baik RUU ini. Menurutnya, masyarakat yang dilatih hanya bersifat pasif. Termasuk warga negara Indonesia yang diwajibkan, PNS, buruh dan mantan prajurit tentara.

"Itu bagus. Jangan batasi kategori buruh, karena PNS juga buruh. Pendidikan militer itu bagus, tidak negatif," katanya.

Selain itu, yang paling penting, RUU ini menjawab kekhawatiran mengenai nasionalisme rakyat yang sudah mulai terkikis. Dengan adanya program Komponen Cadangan, nasionalisme rakyat akan bertambah. Mental menjadi lebih tangguh, berdedikasi dan disiplin.

"Ini bisa memacu, berkorelasi pada kinerja. Saat ini sangat dibutuhkan," tuturnya.

Namun dia punya catatan jika RUU ini disahkan. "Harus ada pengawasan ketat." Kata Poempida, meski pasif, anggota Komponen Cadangan ini rentan disalahgunakan. Terutama oleh penguasa. "Penguasa, dalam konteks ini bisa melakukan banyak hal dari komponen ini. Jangan sampai bisa digerakkan oleh siapa saja," katanya.

Dukungan juga disampaikan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Taufik Kiemas, Jumat 31 Mei 2013. Menurut politikus senior PDI Perjuangan itu, warga negara Indonesia wajib mengikuti program ini.

"Perlu (wajib militer). Tiap negara di dunia ada wajib militer, itu komponen cadangan. Saya setuju," kata Kiemas.

Wajib militer, katanya, tidak hanya berguna jika terjadi perang. Saat gempa terjadi, masyarakat yang ikut program ini bisa diturunkan untuk menangani masalah.

Suami dari Ketua Umum PDI Perjuangan itu mengimbau masyarakat agar tidak khawatir dengan adanya wajib militer ini. Sebab, sebenarnya, kewajiban membela negara adalah amanat Undang-Undang Dasar 1945. "Jadi jangan khawatir."

Menurut anggota Komisi I, Hayono Isman, Undang-Undang yang mewajibkan warga negara untuk ikut wajib militer memang diperlukan. Menurutnya, setiap warga negara wajib siaga jika suatu saat terjadi perang.

"Kalau terjadi perang masa kita diam? Berlaku untuk siapa saja. Contoh Singapura, sopir taksi tahu harus berbuat apa saat perang. Itu negara kebangsaan yang baik. Komcad atur itu," kata Hayono.

Wajib militer ini, kata dia, berdasarkan referensi dari Amerika, Singapura dan Jepang. "Tapi kita punya ciri sendiri bagaimana mengatur pertahanan kita saat diserang negara lain," ujar dia.

Sementara, penolakan disampaikan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Ode Ida. Menurut La Ode, Jumat 31 Mei 2013, RUU Komponen Cadangan tidak relevan dengan kondisi saat ini. "Urgensi wajib militer itu apa sebetulnya. Dunia kan tidak mengarah ke perang, tapi dialog bilatetal atau multilateral," kata La Ode.

"Wajib militer itu diperlukan bagi negara yang memiliki ancaman yang besar. Indonesia tidak memiliki ancaman berarti. Kita tidak sedang berperang," tuturnya.

Ketua Komisi IX, Ribka Tjiptaning, Jumat 31 Mei 2013, dengan tegas menolak RUU ini. Kata Ribka, RUU Komponen Cadangan adalah upaya militerisasi masyarakat.

"Itu ide konyol. Saya menolak. Ini upaya militerisasi di semua lini. Kita punya pengalaman itu pada masa lalu," kata Ribka.

Selain itu, menurutnya, keinginan buruh dan pekerja saat ini bukan mengikuti wajib militer. Tuntutan buruh adalah bagaimana kesejahteraannya membaik. "Upaya militerisasi justru akan menjadikan intervensi pada buruh," katanya.

Kata Ribka, kondisi militer Indonesia saat ini justru sudah membaik. Militer masih sanggup untuk mempertahankan keamanan negara. Sehingga tidak dibutuhkan program wajib militer.

"Gagasan ini hanya untuk pengalihan isu. Di mana buruh menuntut kesejahteraan lebih baik. Ini jadi bagian upaya provokasi militer terhadap buruh. Ini bahaya." tutur politikus PDI Perjuangan.



Komponen Cadangan hanya digunakan pada saat latihan dan mobilisasi.


Sumber : Viva News

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...