Rizkie's BLOG - Ketua
Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin menegaskan profesor atau guru besar,
doktor, haji, ustaz, tokoh masyarakat yang korupsi karena ilmu
akademisi atau agamawan itu tidak hanif (lurus berpegang teguh pada
kebenaran) alias bengkok. Din mengatakan, sebenarnya mereka paham halal
atau haram tapi memilih yang haram.
Di hadapan ratusan jamaah Pengajian Ahad Pagi di Masjid Ummul Mukminin, Jalan Barata Jaya VIII, Surabaya, dia menjelaskan realitas itu menunjukkan profesor, doktor, ustaz, haji, tokoh masyarakat, dan sebagainya masih sebatas gelar atau status.
"Mestinya, kita bergelar atau ber-Islam itu bukan hanya nama (status atau identitas KTP/kartu tanda penduduk), melainkan gelar dan agama itu menjadi kepribadian. Jangan hanya 'to have Islam' (memiliki Islam) tapi bagaimana 'to be Muslim' (menjadi Muslim)," katanya.
Menurut dia, perilaku hanif itu penting, karena hanif itulah inti dari ajaran agama, bahkan inti dari ketiga agama samawi (langit) yakni Yahudi di zaman Musa, Nasrani di zaman Isa, dan Islam di zaman Muhammad SAW.
"Semua agama itu berpusat kepada Ibrahim, karena semuanya merupakan cicit dari Ibrahim dan hanif itu merupakan ajaran Ibrahim. Dalam Islam, istilah 'hanifan musliman' itu ada dalam iftitah (awal shalat) dan Ibrahim itu juga ada dalam tahiyat (akhir shalat)," katanya.
Bahkan, ibadah haji itu merupakan ibadah yang berkaitan dengan keluarga Ibrahim, baik Siti Sarah, Siti Hajar, Nabi Ismail, dan Nabi Ibrahim sendiri, apalagi Nabi Ibrahim merupakan nabi yang menemukan Tuhan melalui proses pencarian.
"Saya sempat merenungkan pesan dalam shalat dan haji yang terkait dengan Ibrahim itu, lalu saya sampai pada kesimpulan kata hanif. Itulah ajaran dari Ibrahim dan semua agama samawi juga mengarah ke hanif itu," katanya.
Oleh karena itu, mereka yang mengaku beragama Islam hendaknya tidak sebatas memakai identitas Islam, namun juga harus berperilaku hanif atau memiliki komitmen yang kuat terhadap kebenaran, bahkan tidak ragu sedikit pun bila memang sudah menjadi perintah Allah SWT.
"Muslim yang hanif itu tidak menerima miliaran rupiah seperti seorang akademisi atau ustaz, karena hal itu membuatnya akan bertindak atau bersikap tidak benar atau tidak hanif. Kebenaran memang penuh dengan ujian, terutama dari godaan setan," katanya.
.
.
Sumber : Merdeka
"Kita seringkali berada di persimpangan antara halal dan haram, tapi kita cenderung memilih yang haram, karena hal-hal yang haram itu mudah dan enak, jadi kita pun menjadi tidak hanif atau berpegang teguh pada kebenaran," kata Din di Surabaya seperti dilansir Antara, Minggu (3/11).
Di hadapan ratusan jamaah Pengajian Ahad Pagi di Masjid Ummul Mukminin, Jalan Barata Jaya VIII, Surabaya, dia menjelaskan realitas itu menunjukkan profesor, doktor, ustaz, haji, tokoh masyarakat, dan sebagainya masih sebatas gelar atau status.
"Mestinya, kita bergelar atau ber-Islam itu bukan hanya nama (status atau identitas KTP/kartu tanda penduduk), melainkan gelar dan agama itu menjadi kepribadian. Jangan hanya 'to have Islam' (memiliki Islam) tapi bagaimana 'to be Muslim' (menjadi Muslim)," katanya.
Menurut dia, perilaku hanif itu penting, karena hanif itulah inti dari ajaran agama, bahkan inti dari ketiga agama samawi (langit) yakni Yahudi di zaman Musa, Nasrani di zaman Isa, dan Islam di zaman Muhammad SAW.
"Semua agama itu berpusat kepada Ibrahim, karena semuanya merupakan cicit dari Ibrahim dan hanif itu merupakan ajaran Ibrahim. Dalam Islam, istilah 'hanifan musliman' itu ada dalam iftitah (awal shalat) dan Ibrahim itu juga ada dalam tahiyat (akhir shalat)," katanya.
Bahkan, ibadah haji itu merupakan ibadah yang berkaitan dengan keluarga Ibrahim, baik Siti Sarah, Siti Hajar, Nabi Ismail, dan Nabi Ibrahim sendiri, apalagi Nabi Ibrahim merupakan nabi yang menemukan Tuhan melalui proses pencarian.
"Saya sempat merenungkan pesan dalam shalat dan haji yang terkait dengan Ibrahim itu, lalu saya sampai pada kesimpulan kata hanif. Itulah ajaran dari Ibrahim dan semua agama samawi juga mengarah ke hanif itu," katanya.
Oleh karena itu, mereka yang mengaku beragama Islam hendaknya tidak sebatas memakai identitas Islam, namun juga harus berperilaku hanif atau memiliki komitmen yang kuat terhadap kebenaran, bahkan tidak ragu sedikit pun bila memang sudah menjadi perintah Allah SWT.
"Muslim yang hanif itu tidak menerima miliaran rupiah seperti seorang akademisi atau ustaz, karena hal itu membuatnya akan bertindak atau bersikap tidak benar atau tidak hanif. Kebenaran memang penuh dengan ujian, terutama dari godaan setan," katanya.
.
.
Sumber : Merdeka
0 komentar:
Posting Komentar